176 views

Bagaimana TranSwap membantu UKM ekspansi ke luar negeri dengan memangkas biaya valas

Mereka mengembangkan sebuah solusi dengan integrasi API, yang memungkinkan transfer kecil namun dalam volume besar dapat dikreditkan secara real-time.

Selama puncak Krisis Keuangan Asia pada tahun 1997, Benjamin Wong menghadapi masalah: Dia ingin melindungi nilai terhadap eksposur mata uang dolar AS dengan FX lewat kontrak berjangka, tetapi menemukan premi yang terlalu mahal dan penyebaran spot rate nya sangat besar .

Masalah terkait pertukaran mata uang dan pembayaran internasional bukanlah hal baru bagi individu dan bisnis yang perlu mengirim uang ke luar negeri. Di antara sejumlah besar tantangan yang dihadapi termasuk waktu pemrosesan yang panjang, tingkat transfer dan konversi yang tinggi dan fluktuatif serta kurangnya transparansi dan keterlacakan untuk melacak pembayaran lintas negara secara real time.

Pada saat itu, Wong menemukan seorang teman luar negeri yang setuju untuk menukar dolar AS dengan dolar SG dengan kurs pasar menengah. Tetapi kondisi yang sama  tidak ditemukan untuk  individu dan bisnis lain pada saat itu, yang dipaksa untuk menanggung biaya tinggi dan tantangan lainnya hanya untuk melakukan pembayaran internasional dan transaksi uang.

Didorong oleh pengalaman dan keberterimaan pemerintah selama tahun-tahun berikutnya, Wong akhirnya meninggalkan pekerjaan perusahaannya dan ikut mendirikan TranSwap, platform pembayaran lintas negara yang berupaya menyederhanakan pembayaran dan pengumpulan uang di luar negeri dengan mengurangi biaya valas dan kompleksitasnya.

“Dalam beberapa tahun terakhir, dimana fintech telah menjadi kenyataan dan diterima secara luas oleh otoritas terkait,  membangkitkan gairah saya untuk memecahkan masalah valuta asing yang saya dan banyak UKM lainnya hadapi, seperti biaya tinggi dan kurangnya transparansi dalam proses transaksi,”Wong mengatakan kepada Asian Banking & Finance.

TranSwap menawarkan opsi pembayaran melalui jaringan luas mitra valuta asing dan platform terkait. Perusahaan ini bertujuan untuk membantu bisnis, terutama UKM, mengatasi hambatan untuk menjadi pemain global dan memasuki pasar baru dengan opsi pembayaran yang lebih baik, menurut Wong.

Solusi pembayaran perusahaan telah dikembangkan dengan integrasi API, yang memungkinkan transfer kecil dalam volume besar dikreditkan langsung ke dompet penerima dan rekening bank secara real-time. Hal tersebut tercatat dapat meningkatkan kecepatan pemrosesan dan mengoptimalkan peminjaman yang merupakan elemen kunci dalam menjaga arus kas.

Tujuan Wong dan TranSwap untuk meningkatkan pembayaran lintas negara untuk perorangan dan usaha kecil menjadi sorotan ketika pandemi melanda pada awal 2020. Di Singapura, periode karantina diberlakukan pada Maret 2020, secara efektif menutup banyak toko fisik dan bahkan outlet pengiriman uang, dan secara keseluruhan mempersulit banyak orang untuk mengirim uang ke luar negeri.

TranSwap mengakui betapa sulitnya bagi pekerja asing atau foreign domestic workers (FDW) dalam mengakses layanan pengiriman uang untuk mengirim uang ke rumah dan keluarga mereka selama periode tersebut. Hal ini mendorong fintech untuk meluncurkan layanan pengiriman uang elektronik untuk pekerja asing, sehingga mereka dapat mengirim uang secara digital.

Layanan baru ini tercatat memungkinkan pengusaha lebih fleksibel dalam mengirim uang ke para pekerja asing tanpa harus pergi ke outlet-outlet  pengiriman uang di kota.

Ini hanyalah salah satu layanan baru yang diluncurkan oleh fintech seperti TranSwap sebagai tanggapan terhadap kebutuhan digital individu yang timbul karena pandemi COVID-19.

"COVID-19 telah mempercepat adopsi transaksi online, menghasilkan perubahan signifikan terhadap pembayaran online," kata Wong. Dia melihat ini hanya sebagai awal dari lonjakan bisnis fintech dan online.

"COVID-19 telah membuat perusahaan-perusahaan yang ada secara fisik terbiasa dengan kehadiran teknologi seperti fintech,”ujarnya.

Ke depan, Wong dan TranSwap mengantisipasi peningkatan jumlah kolaborasi dengan perusahaan fintech dan peningkatan interoperabilitas (kemampuan membuat sistem dan organisasi dapat bekerja sama) produk dan solusi layanan lainnya. Wong juga mengharapkan AI dan blockchain untuk diadopsi secara mainstream.

[Bahasa] Greenwashing in banking: real concern or overblown issue?

Reputational risks abound for those who drag their feet about sustainability or engage in greenwashing.

[Bahasa] Testing HDFC Bank names new chief of internal vigilance

Sachin Suryakant Rane was a senior police inspector before joining the bank.

[INDONESIA]Testing Article schedule

The text to display in the title bar of a visitor's web browser when they view this page.

Para CEO bank digital Filipina menonjolkan pemasaran, pola pikir, kemitraan untuk mendisrupsi perbankan

Mereka memanfaatkan model pembayaran lama dan kemitraan untuk memperluas operasi.

Bank sentral: Filipina berada di jalur yang tepat untuk mencapai tujuan pembayaran digital

Hampir 4 dari 10 warga Filipina kini memiliki rekening uang elektronik, kata Wakil Gubernur Tangonan.

Bank Rakyat Indonesia menerbitkan obligasi ramah lingkungan baru senilai IDR6t

Hal ini sejalan dengan komitmen BRI terhadap keuangan berkelanjutan.

Eksekutif: BPI berencana mengalihkan peran agen cabang dari transaksi menjadi penasihat

Presiden dan CEO TG Limcaoco mengatakan bahwa BPI ingin agen cabang mereka menghabiskan 70% waktunya untuk memberikan nasihat kepada klien.

Mengapa bank di masa depan sebenarnya bukan bank

Toh Su Mei dari ANEXT Bank mengungkapkan bagaimana mereka menata ulang perbankan untuk usaha kecil dan menengah.

Analis: Bagaimana disrupsi teknologi dan inovasi branding membentuk masa depan keuangan

Sesi siang ABF Summit 2023 menyaksikan para analis dan bankir mengeksplorasi mengapa teknologi dan pemasaran penting bagi lembaga keuangan.