Data adalah kutukan sekaligus anugerah dalam upaya mengatasi kesenjangan investasi yang berkelanjutan
Menggunakan alat ini dengan cara yang benar adalah kunci untuk mendorong dan memenuhi tujuan ESG, kata Sisca Margaretta dari Experian.
Sementara data memiliki kekuatan untuk membuat keputusan terkait environmental, social, government (ESG) yang lebih informatif, ada kesenjangan antara apa yang dibutuhkan perusahaan dengan data apa yang mereka miliki saat ini.
“Beberapa tahun lalu, kami tidak memiliki cukup data yang tersedia untuk mendukung investasi ESG. Meskipun ada lebih banyak data sekarang, data tersebut terfragmentasi di berbagai sumber, termasuk laporan perusahaan, artikel berita, data vendors, dan rating agencies," Sisca Margaretta, Chief Marketing Officer, EMEA & APAC di Experian, mengatakan kepada Asian Banking & Finance dalam sebuah wawancara. .”
Dalam studi terpisah, perusahaan jasa profesional EY juga menemukan 46% manajer aset dan 25% bank menganggap kurangnya data ESG secara real-time menjadi pembatas.
Kurangnya standar, tolok ukur yang ditetapkan menimbulkan banyak data ESG yang disediakan perusahaan saat ini tidak cukup berguna untuk mendukung keputusan investasi, kata dia menambahkan.
“Di luar masalah seperti disclosure yang tidak memadai dan ketersediaan data, banyak perusahaan saat ini juga mengadopsi praktik seperti ‘greenwashing’ – yang mengacu pada penggunaan taktik pemasaran untuk memperkuat upaya ESG mereka secara berlebihan – untuk mendapatkan dukungan dari para pemangku kepentingan,” Margaretta memperingatkan.
Dalam survei terhadap 6.000 nasabah bank secara global, penyedia platform cloud Mambu menemukan lebih dari 67% responden percaya bank mereka bersalah melakukan greenwashing: yaitu, mereka percaya bank melebih-lebihkan upaya terkait keberlanjutan. Di pusat keuangan Singapura, angka itu mencapai 68% responden.
BACA JUGA: Banks’ tech risks intensifies as digitization ramps up: Fitch
Di sinilah sistem checks and balances menjadi penting dalam memastikan bahwa setiap dan semua data ESG jujur dan dapat diandalkan, menurut Margaretta.
Berbagi informasi yang tepat juga merupakan kunci untuk memastikan bahwa konsumen mengetahui bank ESG.
Meningkatkan investasi
Di atas mengalahkan risiko reputasi dan memenuhi mandat keberlanjutan dari badan regulasi, penggunaan data yang tepat juga dapat mendorong kegiatan investasi di ESG.
“Ketika data yang andal dan memadai tersedia, investasi cenderung meningkat. Mengingat bahwa lebih dari 90% data secara global telah dibuat dalam lima tahun terakhir, kami memiliki banyak informasi untuk mendorong alokasi dana menuju tujuan yang berkelanjutan – asalkan kami memilih dan menafsirkannya secara efisien,” kata Margaretta.
Margaretta mencatat meningkatnya kesadaran seputar investasi ESG selama beberapa tahun terakhir, menjadikannya sebagai perhatian utama di sektor keuangan. Pemain utama yang mendorong ini adalah investor generasi muda, yang tercatat “bersemangat dalam menangani masalah sistemik seperti perubahan iklim dan ketidaksetaraan sosial.”
“Ketika kelompok ini naik ke tangga perusahaan, mereka memiliki lebih banyak aset untuk mengatasi masalah ini melalui investasi yang lebih bertanggung jawab,” kata dia menambahkan.
BACA JUGA: ASEAN regulators ramp up blockchain adoption as tech expands beyond crypto: analysts
Faktor lainnya adalah meningkatnya kesadaran global untuk bertindak terhadap pelestarian lingkungan, yang berpuncak pada Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) yang diadakan di akhir 2021, yang selanjutnya membawa masalah ini ke permukaan baik bagi pemerintah maupun pelaku swasta.
Faktor-faktor ini secara kolektif memungkinkan pertumbuhan besar baik dalam volume maupun keragaman investasi ESG, dan sekarang diperkirakan bahwa aset ESG akan mencapai sepertiga dari proyeksi total aset yang dikelola secara global, melebihi $41t pada akhir 2022 dan $50t pada 2025, menurut Margaretta.
Semua ini menjadikan data semakin menjadi fitur yang diperlukan untuk menang, dan berkembang, dalam keuangan berkelanjutan.
“Teknologi akan memainkan peran kunci dalam membentuk masa depan keuangan berkelanjutan,” kata Margaretta, menambahkan bahwa alat seperti AI dan machine learning dapat mengatasi tantangan, “dengan mengembangkan model untuk memahami berbagai sumber data.”
BACA JUGA: Digitalisation vs digitisation: How they differ in transforming the banking industry
“Mereka juga dapat melangkah lebih jauh dengan mengintegrasikan kumpulan data yang berbeda ke dalam tampilan yang komprehensif – menghilangkan sebagian besar kebisingan, sambil mempertahankan informasi yang benar-benar penting,” kata dia menambahkan.
“Menganalisa dan memproses data ESG adalah konsep yang relatif baru dan berkembang. Industri harus tetap gesit agar dapat terus beradaptasi dengan perkembangan lanskap,” kata Margaretta menyimpulkan.